Hukum Khitan Pada Wanita Muslim
Secara umum para ulama sepakat mengatakan bahwa khitan
itu suatu hal yang masyru’ (disyari‟atkan) baik bagi laki-laki ataupun wanita. Sebagaimana yang
dinukil Ibnu hazam dalam bukunya maratibul ijma’ dan Ibnu Taimiyah dalam
bukunya Majmu’ fatawa. 3
Namun
mereka berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya, apakah khitan itu wajib atau
tidak. Dalam hal ini ada tiga pendapat: Pertama: Khitan itu wajib, baik bagi
laki-laki ataupun wanita.
Ini
adalah pendapat ulama Syafi‟i, Hanbali, dan
sebagian ulama Maliki. Bahkan Imam Malik sangat keras dalam masalah khitan
laki-laki. Beliau berkata, "Barangsiapa tidak berkhitan maka tidak sah
menjadi imam dan persaksiannya tidak diterima."
Juga
berkata Imam Ahmad, "Tidak boleh dimakan sembelihan orang yang tidak
khitan, tidak sah shalat dan hajinya sampai bersuci, dan ini adalah
kesempurnaan Islam seseorang." Kedua: Khitan itu hukumnya adalah sunat,
baik bagi laki-laki, maupun wanita. Ini adalah pendapat ulama Hanafi, Imam
Malik dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Ketiga: Khitan itu wajib hukumnya bagi
laki-laki, sedangkan bagi wanita hanya merupakan suatu kehormatan (makramah/mustahab).
Ini pendapat sebagian ulama Maliki, ulama
Zhahiry, dan pendapat imam Ahmad dalam satu riwayat. Para ulama yang
berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, berdalil dengan
hal-hal berikut:
1. Firman
Allah (artinya) : “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim melaksanakannya” (QS.
Al-Baqarah: 124). Khitan adalah salah satu kalimat yang diperintahkan Allah
sebagai ujian terhadap Nabi Ibrahim sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas. Dan biasanya seseorang itu diuji Allah dengan sesuatu yang wajib.
2. Firman Allah
(artinya): “Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar engkau mengikuti agama
(ajaran) Ibrahim dengan lurus”. (QS. an-Nahl: 123) Ini adalah perintah
untuk mengikuti ajaran Ibrahim as, dan khitan merupakan salah satu ajarannya,
sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda,
'Nabi Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun”.
Maka khitan termasuk ajaran Ibrahim yang wajib kita ikuti, karena dalam kaidah
ilmu ushul fiqh dikatakan bahwa pada dasarnya sebuah perintah itu berhukum wajib
selagi tidak ada dalil yang memalingkannya kepada hukum lainnya.
3. Rasulullah bersabda kepada seseorang yang masuk Islam:
Dari „Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasannya dia datang
kepada Rasulullah, seraya berkata: "Saya telah masuk Islam." Maka Rasulullah,
bersabda, "Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." Ini
adalah bentuk perintah, di dalam kaidah ilmu ushul fiqh bahwa pada dasarnya
sebuah perintah itu berhukum wajib selagi tidak ada dalil yang memalingkannya
kepada hukum lainnya. Perintahnya untuk satu orang mencakup semua orang selama
tidak ada dalil yang menunjukkan khusus.
4.
Diriwayatkan oleh Zuhri, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang masuk
Islam, maka hendaklah berkhitan, sekalipun dia telah besar”. Ibnu Qayyim
berkata :” Hadis ini sekalipun mursal, namun layak untuk dijadikan dalil
(sandaran hukum)”.
5.
Dari Ummu Muhajir, beliau berkata: “Saya dan budak-budak dari Romawi tertawan.
Lalu Utsman menawarkan kepada kami (masuk) islam, di antara kami tidak ada yang
masuk islam kecuali saya dan satu lagi yang lain, maka Utsman berkata;”Khitan
keduanya dan sucikan! Lalu saya berkhidmat kepada Utsman. (HR. Imam Bukhari).
6.
Khitan adalah syi'ar kaum muslimin dan yang membedakan antara mereka dengan
umat lainnya dari kalangan kaum kuffar dan ahli kitab. Oleh sebab itu,
sebagaimana syi'ar kaum muslimin yang lain wajib, maka khitan pun wajib. Juga,
sebagaimana menyelisihi kaum kuffar itu wajib, maka khitan juga wajib. Rasulullah
bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk
darinya."
7. Dibolehkan membuka aurat untuk dikhitan, kalaulah
hukum khitan itu bukan wajib, maka pasti membuka aurat untuknya tidak
dibolehkan, apalagi tidak ada unsur darurat disitu dan tidak ada pula unsur
pengobatan.
8.
Khitan itu memotong anggota badan sedangkan pada dasarnya memotong anggota
tubuh itu haram. Sesuatu yang haram tidak mungkin menjadi boleh kecuali dengan
sesuatu yang wajib.
9. Bahkan Ibnul Qayyim menyebutkan lima belas dalil
tentang kewajiban khitan bagi laki dalam kitabnya “tuhfatul maudud”.
Mereka
yang berpendapat bahwa hukum khitan itu adalah sunat bagi laki-laki dan wanita,
berdalil dengan dalil-dalil berikut :
Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda
(artinya) : ““Ada lima hal yang merupakan fitrah: Khitan, membuang bulu
kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”, yang
dimaksud fitrah disini adalah sunat, artinya khitan itu hukumnya sunat bukan
wajib, oleh karena itu dalam hadis ini Rasulullah saw menyebutnya bersamaan
dengan hal-hal yang disunatkan. Dan hadis ini bersifat umum, tanpa
membedakan antara laki-laki dan wanita.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda (artinya):
“Khitan itu adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kehormatan bagi kaum wanita”.
Zahir
Hadis ini menunjukkan bahwa khitan itu tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun
wanita.
Sedangkan
mereka yang berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki, dan hanya merupakan
kehormatan (mustahab) bagi wanita, berdalil dengan dalil-dalil kelompok
pertama, dan mengatakan bahwa khitan bagi laki-laki lebih kuat, karena khitan
bagi laki-laki tujuannya membersihkan sisa air kencing yang najis yang terdapat
pada kulit tutup kepala dzakar, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sah
shalat. Sedangkan khitan bagi wanita hanyalah untuk mengecilkan dan
menstabilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan
dan bukan sebuah kewajiban.
Menurut saya, yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa
khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan wanita disyari‟atkan bagi mereka berkhitan, namun tidak wajib. Beberapa hadis
menunjukkan adanya praktek khitan di zaman Rasulullah saw bagi wanita,
diantaranya:
Adanya
beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah menyebut khitan bagi wanita di
antaranya sabda beliau: "Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi."
Imam Ahmad berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga
dikhitan."
Dari Aisyah, beliau berkata, "Rasulullah
bersabda,"Apabila seorang laki-laki duduk di empat cabang wanita dan
khitan menyentuh khitan, maka wajib mandi.” Hadis ini zahirnya menunjukkan
bahwa wanita juga dikhitan.
Dari Anas bin Malik berkata, "Rasulullah bersabda
kepada Ummu Athiyah, "Apabila engkau mengkhitan wanita, maka
sedikitkanlah, dan jangan berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah
dan lebih disenangi oleh suami."
Khitan
bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para sahabat dan para salaf ,
diantaranya apa yang diceritakan oleh Ummu muhajir diatas.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, "Apakah wanita itu dikhitan ataukah
tidak?" Beliau menjawab, "Ya, wanita itu dikhitan, dan khitannya
adalah dengan memotong bagian yang paling atas yang mirip dengan jengger ayam
jantan. Rasulullah bersabda kepada wanita yang mengkhitan, 'Biarkanlah sedikit
dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih
disenangi suami.' Hal ini karena tujuan khitan laki-laki ialah untuk
menghilangkan najis yang terdapat dalam kulit penutup kepala dzakar. Sedangkan
tujuan khitan wanita ialah untuk menstabilkan syahwatnya, dan itu akan membuat
jiwa mereka lebih suci dan kehormatan diri mereka lebih terjaga.
BATAS
YANG DIPOTONG DALAM MENGKHITANI ANAK PEREMPUAN
Menurut
Imam Ibnul Qayyim, alat kelamin perempuan terdiri atas dua bagian. Bagian
pertama merupakan simbol kegadisannya dan bagian kedua adalah bagian yang harus
dipotong saat ia khitan. Bentuknya seperti jengger ayam jantan, bagian ini
terletak di bagian farji paling atas diantara dua tepinya. Jika bagian ini
dipotong, sisanya akan 7
berbentuk
seperti biji kurma.
Cara
memotongnya tidak boleh berlebihan dan tidak perlu memotong semua bagian itu.
Al-Mawardi berkata, “ Mengkhitan anak perempuan berarti memotong bagian yang
pada farji bagian teratas. Kita wajib memotong bagian yang menonjol saja.” Dan
ini adalah cara yang benar sesuai dengan pesan Rasulullah kepada Ummi Athiyyah.
Sementara itu, ada cara yang lain dalam mengkhitan perempuan yaitu :
Menjahit
dua tepi farji yang kecil tanpa menghilangkan bagian apapun, tujuannya adalah
untuk mempersempit terbukanya vagina.
Metode
Fir‟aun, caranya
adalah dengan terlebih dahulu menghilangkan biji kemaluan perempuan dan dua
tepi farjinya kemudian menjahitnya. Akibatnya vagina tidak bisa terbuka dan
hanya ada lubang kecil dibawah sebagai saluran air kencing dan haid.
Kedua
metode ini akan menyiksa perempuan dan bertentangan dengan Islam. Ringkasnya,
pelaksanaan khitan pada perempuan harus dilaksanakan oleh tenaga medis muslimah
yang mengerti ajaran Islam dan dapat menjalankan praktik khifadh sesuai dengan
ajaran Nabi Muhammad SAW.
HIKMAH
KHITAN PADA PEREMPUAN
Khitan
pada wanita yang dilakukan secara benar justru bermanfaat untuk kehidupan
seksual wanita yang bersangkutan. Karena membuat lebih bersih dan lebih mudah
menerima rangsangan.
Khitan
dapat membawa kesempurnaan agama, karena ia disunnahkan.
Khitan
adalah cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit.
Khitan
membawa kebersihan, keindahan, dan meluruskan syahwat.
Khitan
perempuan merupakan sunnah fitrah yang sudah diterima oleh umat Islam. Walaupun
terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah hukum khitan pada
perempuan, namun syiar khitan perempuan ini harus dilakukan oleh umat Islam.
Karena
khitan perempuan yang sesuai dengan prosedur dan dilakukan oleh orang yang
mengerti caranya, akan membawa hikmah yang baik bagi perempuan dalam
menstabilkan syahwatnya. Dan juga akan bermanfaat bagi hubungan suami istri
selanjutnya.
Para
bidan dan dokter yang mengkhitan perempuan harus berhati-hati, sehingga tidak
memotong atau menyayat terlalu besar, sehingga akan membawa akibat yang buruk
bagi yang dikhitan. Sehubungan dengan menjaga diri dari penyimpangan seksual,
maka para muslimah harus mendekatkan diri kepada Allah dan merasakan selalu
pengawasan Allah. Sehingga perzinahan dan perselingkuhan jauh dari kita umat
Islam ini.
Mengenai adanya pelarangan khitan bagi perempuan
dari beberapa pihak, hal itu sebenarnya tidak hak bagi siapapun melarang
sesuatu yang dibolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kalau terdapat kesalahan dalam praktek, maka kesalahan
itu saja yang harus diluruskan.
Perlunya
prosedur tetap (protap) untuk khitan wanita ini, jika perlu ada peraturan
pemerintah yang mengaturnya. Semoga makalah ini bermanfaat. Wallahu A‟lam bis shawab.
Sumber:
- DR. Saad al Marshafi, Khitan, Gema Insani Press.1997.
- DR. Mawardi M. Shaleh, Khitan Wanita dalam Perspektif Hukum Islam, Makalah, 2007.
- DR. Yusuf al-Qardhawi. Fatawa Mu’ashirah. Daar al-Qalam. Kuwait.1990.
- DR. Wahbah Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy Wa adillatuhu, Dimasyq: Daar al-Fikr. 1984
- Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah. Beirut: Daar al-Fath. 1996
Posting Komentar